Site icon Kyai Pamungkas

Tempat Mistis: Misteri Kampung Nelayan Bali

Misteri Kampung Nelayan Bali

Tak banyak orang yang tahu, jauh sebelum masyarakat Bali mulai mendiami kawasan Suwung Batan Kendal, di Denpasar bagian selatan, berbilang abad, kampung itu telah menjadi tempat mukim orang Bugis yang terdampar di pantai selatan Bali.

Menurut Haji Abdullah yang merupakan keturunan ke 7 dari orang Bugis yang mukim di tempat itu, saat mencari air di daratan, leluhurnya yang hanya membawa tempayan tempat air diserang oleh balatentara raja Bali. Dan apa yang terjadi? Dengan hanya mengibaskan Ikat kepalanya, semua musuh pun terhuyung-huyung. Melihat kejadian itu, dengan serta merta mereka melaporkan kepiawaian sang pelaut kepada rajanya.

“Raja kemudian memberi leluhur saya tempat di Suwung. Yang artinya tempat yang sunyi sepi. Dan sejak saat itu, nelayan Bugis pun mulai berdatangan. Dulu, aliran sungai ini adalah bandar kapal yang ramai,” ujar Haji Abdullah, 80, yang sejak tiga puluh tahun lalu telah menjabat sebagai kepala kampung.

Tak dapat dipungkiri, sejak tiga puluh tahun lalu, kawasan itu sudah dikenal sebagai tempat nelayan dari berbagai daerah di Indonesia untuk mendaratkan ikannya. Dan sekarang, ternyata bukan hanya warga Bugis saja yang melirik tempat itu.

“Kampung dekat Denpasar juga menyerbu kemari. Mereka membuka lahan dan membuat rumah, akibatnya, sekarang menjadi amat ramai,” imbuh Haji Abdullah.

Karena tak ada jalan menuju ke luar, maka, kesunyian kampung yang pada mulanya hanya didiam oleh 25 KK dan kini menjadi 1.200 KK serta dihuni oleh masyarakat nelayan dari Jawa, Madura, Sulawesi dan Sumatera, tetap saja terasa. “Dari sejak dulu, kampung kami memang menjadi tempat yang paling baik untuk mencari suaka. Biasanya, bila ada luar pulau yang kesulitan mendapatkan tinggal, di sini semuanya akan beres, ungkap Haji Abdullah.

Hanya saja, kami tidak akan menerima mereka yang berjiwa preman, atau bromocorah. Karena mereka akan segera tercium belangnya. Dengan kata lain, kami hanya menerima warga baik-baik yang tidak lengkap dokumennya.” Tegas pak Haji Abdullah.

Belakangan, kampung Bugis yang kemudian menjadi kampung nelayan dan tempat berlindung bagi orang-orang yang dokumennya tak jelas ini mulai dilirik oleh pengembang yang begerak di bidang perumahan.

“Sepuluh tahun lalu, tanah di sini tak ada harganya. Tetapi sekarang, harga tanah di sini jadi melonjak” tutur Made Korta, juragan tanah asli kelahiran Bali yang telah 25 tahun mukim di kampung nelayan itu.

Berbeda dengan kampung yang lain, tiap malam, di kampung Bugis yang bersahaja tak ada yang namanya Sweeping KTP, Kipem atau kartu domisili. “Kami menyerahkan semuanya kepada nurani si pendatang sebab kalau mengganggu, maka yang rugi mereka sendiri,” sambungnya lagi.

Mungkin tak banyak yang tahu jika di kampung yang amat bersahaja itu tersimpan aneka peninggalan sejarah yang tak ternilai harganya. Ya… di salah satu mesjid tersimpan kitab suci Al-Qur’an yang terbuat dari kertas tebal, kulitnya dari kulit kuda dan ditulis tangan dengan tinta yang walau sudah berabad-abad tetapi tidak luntur. Konon, ini adalah kitab Al-Qur’an yang tertua di Bali.

“Dulu tiap maulud dan hari-hari besar Islam lainnya kitab itu ikut diarak keliling kampung, dan dilanjutkan dengan pesta. Tetapi, karena takut melanggar akidah, upacara itu akhirnya kamu hentikan,” sambungnya.

Sampai sekarang, berbagai benda yang masih menjadi kebanggaan warga masyarakat Kampung Bugis adalah bendera berwarna hitam dengan tulisan Arab berwarna kemasan dan masih tersimpan di dekat tombak, serta aneka macam golok khas Bugis.

Menurut cerita turun temurun, konon aura gaib dari bendera, golok sepanjang setengah meter dan tombak tua itulah yang menyungkupi kampung yang satu ini menjadi adem ayem seperti sekarang ini. Hal ini tampak dengan jelas, jika tempat lain di Bali bergolak akibat suhu politik atau sentimen kesukuan — tetapi, kampung Bugis yang dihuni oleh banyak suku malahan bisa hidup dengan berdampingan dan damai.

“Bila saja pemimpin kita mau memimpin dengan gaya kami di kampung Bugis, niscaya segala macam ketegangan antar ras itu tidak terjadi,” tambahnya.

Suasana kampung Bugis yang sepi, ternyata mampu membuat siapa pun yang lewat di sana merasakan kedamaian yang mendalam. Jika siang, hanya sesekali kendaraan yang melintas. Dan selebihnya kampung pun kembali senyap. Walau ditinggal oleh penghuninya yang bekerja Untuk mencari nafkah, tetapi, tak satu pun ada yang mengunci pagar atau pintu rumahnya. Walau begitu, tak sekali pun terdengar adanya pencurian. Apalagi penjarahan di kampung itu.

“Pencuri seakan tak melihat jika di kampung kami ada benda berharga seperti TV, kalung emas atau sepeda motor,” demikian ungkap Mudi, penduduk kampung Bugis yang telah 30 tahun bermukim di situ.

Lelaki yang satu ini mengaku kepada Paranormal-Indonesia.Com, “Sejak usia lima belas tahun saya telah merantau ke Bali dan bekerja di hotel sebagai tukang sapu. Dan karena tak membawa surat jalan dari kampung di Magelang, maka saya pun memutuskan untuk tinggal di sini,”

“Saya berani memastikan, saya akan kesulitan jika tinggal di luar kampung ini. Bahkan bisa-bisa diusir dan Bali. Pasalnya, Setelah kejadian bom Bali yang menggegerkan itu, seluruh orang di sini langsung curiga bila mendengar ada pendatang,” imbuhnya.

Dan yang menarik untuk di simak adalah walau pengawasan tak begitu ketat, tetapi polisi tak pernah menangkap warga setempat yang terlibat atau melakukan pencurian Sapi ataupun mengedarkan narkoba. Entah kenapa, biasanya, kebanyakan penduduk seolah dirasuki rasa enggan sebelum sempat mencoba untuk berbuat hal yang tak senonoh di sana. Agaknya, itulah salah satu dari sekian banyak aura gaib yang dipancarkan oleh pusaka-pusaka peninggalan nenek moyang yang sampai sekarang masih terpelihara dengan apik di sana. “Kami sendiri tidak merasakan adanya keistimewaan di sini. Padahal, karena takut dianggap syirik, maka telah banyak ritual asli Bugis seperti upacara mengarak bendera hitam dan pedang setiap bulan Muharram tak lagi kami lakukan,” ujar Haji Abdullah.

Ternyata tak hanya situ, kampung yang satu ini diam-diam juga menjadi tujuan utama dari mereka yang sakit akibat santet. Bayangkan, dengan hanya menginap di rumah salah satu kerabat atau keluarga yang mukim di Kampung Nelayan, maka dalam hitungan hari segara serangan gaib itu akan lenyap dengan sendirinya. Bahkan, penyakit pun langsung menghilang! Aneh memang, tetapi itulah kenyataan yang terjadi. ©️KyaiPamungkas. 

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: paranormal-terbaik.com
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Exit mobile version